kumpulan go'et manggarai

Senin, 09 Januari 2012

 diringkas dari buku:
Buku Budaya Daerah Manggarai
Petrus Janggur, B.A
* Nilai Religius

- Mori jari dedek, tanan wa awangn eta, pukul parn agu kolep, ulun le wain lau:
(Tuhan pencipta langit dan bumi serta segala isinya, Tuhan pencipta dan pembentuk kehidupan manusia dan segala makhluk serta segala alam raya)

* Nilai Kesehatan

- Neka nepo leso, neka ringing tis:
(Jangan lekang karena terik matahari, jangan demam karena hujan rintik)
baca selengkapnya...

- Uwa haeng wulang, langkas haeng ntala
(Tinggi sampai di bulan dan jangkau sampai di langit)

- Cimang neho rimang cama rimang rana, kimpur neho kiwung cama kiwung lopo
(Kekar kuat seperti batang lidi ijuk dari jenis pohon enau yang bertumbuh subur)

* Tentang Persahabatan

- Curup hae ubu, neho luju mu’u cepa hae reba cama neho emas lema:
(Bersahabatlah dengan baik dan berbicaralah dengan sopan)

- Neka conga bail jaga poka bokak, neka tengguk bail jaga kepu tengu :
(Jangan congkak atau sombong)

- Ngong ata lombong lala, kali weki run lombong muku:
(Orang lain dipersalahkan padahal diri sendiri bersalah)

- Nai ca anggit, tuka ca leleng:
(Seia sekata, satu konsepsi demi kesatuan aksi)

- Inggos-inggos wale io:
(Cepat-cepat jawal io (jawab sopan)

* Tentang Permusuhan
- Purak mukang wajo kampong:
(Orang yang menyerang kampung berhadapan muka)

- Ngampong tanah, ngawe wae:
(Dibatasi dengan jurang dan kali, permusuhan yang tidak boleh melanggar batas)

- Sesa mu’u eta kali ngampong kin tuka wa:
(Di mulut baik-baik, padahal dalam hati tetap bermusuhan)

- Tu’ung le mu’u toe le nai:
(Mulut berkata benar tetapi hati tidak)

* Tentang Kebijaksanaan
- Ca pujut kali nuk, ca dako kali anor:
(Kurang bijaksana)

- Tiwu lewe lewing lembak
(Kolam besar dan priuk bermulut lebar)

- Nai ngagil tuka ngengga
(Penuh kebijaksanaan)

* Tentang Memberi Motivasi

- Kantis ati, racang rak cengka lemas:
(Hati dan paru-paru diasah)

- Na’a ngger wa rak, na’a ngger eta lemas:
(Supaya berani berjuang sampai memperoleh yang diharapkan)

- Ngo le golo bombong wela lokom:
(Hati-hati jangan sampai di atas bukit sudah berbunga seperti kayu lokom)

- Lalong pondong du ngon, lalong rombong du kolen:
(Pulang membawa keberhasilan)

- Asam ndusuk tana ru konem lalen tana sale:
(Walaupun negeri sendiri ditumbuhi ndusuk dan tanah orang berkelimpahan lale)

- Neka hemong kuni atu kalo/neka oke kuni atu kalo:
(Jangan lupa kampung halaman sendiri/jangan buang kebiasaan tanah tumpah darah)

* Tentang Menjaga Nama Baik

- Neka pocu wa’u, neka jogot hae golo:
(Jangan membusukkan nama anggota klen/subklen dan sesama kampung)

- Neka mas agu hae ata, neka nggaut agu hae mbaru:
(Jangan bermusuhan dengan orang)

- Reges lima leke, tawa lima gantong:
(Tertawa lepas terbahak-bahak menunjukkan kegembiraan dalam kebersamaan)

* Go’et yang Berhubungan Dengan Leluhur

- Serong dise empo mbate dise ame:
(Wasiat leluhur, warisan ayah)

- Tanah ledong dise empo:
(Tanah warisan leluhur)

- Tanah kuni atu kalo:
(Kampung halaman)

* Go’et Pergantian Keturunan

- Eme wakak betong asa, manga waken nipu tae:
(Kalau induk rumpun bambu tumbang, akarnya tumbuh melanjutkan kehidupan yang sama)

- Bom tombo le run rukus, bom tura le run kula:
(Kepiting tidak bicara sendiri, musangpun tak memberitahukan warna kulitnya)

- Wae de ase, agu wae de kae:
(Keturunan kakak dan keturunan adik)

* Go’et Dalam Perkawinan

- Api toe caing, wae toe haeng:
(Ungkapan anak wina kepada anak rona meminta anak menantu)

- Bom salang tuak, salang wae:
(Bukan jalan tuak yang cepat mati tetapi air yang mengalir terus)

- Pase sapu selek kope, weda rewa tuke mbaru:
(Memakai destar, masuk rumah melalui pintu datang meminang seorang gadis dengan resmi)

- Ita kala le pa’ang, tuluk pu’u batu mbaru:
(Melihat gadis dan terus datang meminangnya)

- Neka maring jarang laki, neka tinang jarang kina:
(Menyindir keluarga laki-laki agar melunasi belis)

- Hi nana lelo tana, hi enu lelo awang:
(Perbuatan melanggar susila)

- Anak pencang wa, ende lomes koleh:
(Istri yang bergaya muda, tua di rumah muda di jalan)

- Cawi neho wuas, dole neho ajos:
(Terpilin laksana rotan, terpintal bagai tali ajo)

* Go’et Berkaitan Dengan Tempat Tinggal

- Ca natas bate labar, ca uma bate duat, ca mbaru bate kaeng, ca wae teku:
(Satu kampung halaman tempat bermain, satu kebun tempat kerja, satu rumah tempat tinggal)

- Ulun le wain lau, ngalorn awo waen sale:
(Dari hulu sungai sampai muara/lingkungan kampung yang lebih luas)
BACA SELANJUTNYA - kumpulan go'et manggarai

Konsep Ruang dalam pola penataan ruang kampung tradisional Manggarai

ruang sebagai sebuah entitas tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia. Manusia hidup dan berkembang di dalam ruang. Selain manusia ruang merupakan alam untuk hidup segala macam tumbuhan dan hewan yang secara simultan menyokong kemampuan manusia untuk mempertahankan kehidupan. Secara eksplisit kesatuan antara manusia dan lingkungan dapat kita saksikan dalam pola hunian dan permukiman manusia. Permukiman merupakan hasil adaptasi manusia terhadap lingkungan dan didasarkan pada kepercayaan rakyatnya yang terwujud dalam lingkungan permukiman tradisional.  
Lingkungan tradisional terdiri dari beberapa ruang yang memilki fungsi dan makna masing-masing.  Masyarakat tradisional manggarai mengenal beberapa konsep mengenai ruang dalam permukiman mereka yakni, rumah atau kampung (mbaru bate kaeng), ruang publik (natas bate kaeng), kebun(uma bate duat),  mata air sebagai sumber air minum, mandi dan keperluan rumah tangga lainnya( wae bate teku) dan kuburan (boa) serta hutan (puar). Dalam persepsi orang manggarai penataan dan pembagian  ruang tersebut memiliki kesatuan makna yang tak terpisahkan satu dengan yang lain yang membentuk sebuah filosofi ruang hidup dari lahir, tumbuh dewasa, sampai kematian. Masyarakat tradisional manggarai juga mengenal beberapa ritual dan atraksi adat terkait dengan segi kehidupan dan tempat tertentu dalam permukiman. 

Ritual adat memberi penegasan akan makna dari masing-masing ruang. Contohnya ialah ritual curu molas puar (menjemput putri hutan) merupakan prosesi penjemputan  salah satu kayu terbaik di hutan untuk dijadikan siri bongkok (tiang utama) dalam rumah, ritual ini dimulai dari hutan lalu diantar ke perkampungan sambil diiringi tarian para gadis desa. Masyarakat manggarai meyakini hutan sebagai tempat yang sakral. Hutan harus dijaga karena selain memberi kehidupan hutan juga menjadi tempat tinggal roh atau arwah leluhur. Selain itu ada juga ritual adat lainnya yang mengekspresikan doa dan rasa syukur terhadap Yang Maha tinggi untuk hidup dan kerja mereka, seperti ritual atau acara pembukaan musim tanam yang dilakukan di ladang (lingko), acara syukuran atas hasil panen (penti), ritual berdoa kepada arwah para lelehur dan sebagainya.
. Kampung ruteng pu’u merupakan kampung tradisional yang masih mempertahankan bentuk ruang aslinya. Kampung tua tersebut dikelilingi oleh susunan batu yang membentuk lingkarang bundar serta di bagian tengah terdapat altar persembahan (compang) kepada arwah leluhur. Kampung ini terletak di kota ruteng kecamatan Langke Rembong, kabupaten Manggarai, NTT.  
BACA SELANJUTNYA - Konsep Ruang dalam pola penataan ruang kampung tradisional Manggarai